Cerpen Robohnya Surau Kami
Kajian Struktural (Segi Objektif) Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A. Navis
1. Sinopsis
Cerpen “Robohnya Surau Kami” ini bercerita tentang seorang kakek yang hidupnya dihabiskan sebagai seorang penjaga surau (Garin).
Namun, karena suatu peristiwa, kakek penjaga surau itu meninggal bunuh
diri dengan sangat mengenaskan. Penyebab tertekannya kondisi psikologis
dari kakek penjaga surau itu sehingga nekat bunuh diri hanyalah sebuah
cerita dari Ajo Sidi yang sedikit banyak sangat menyentuh kakek
tersebut.
Pada awalnya, surau yang dijaga oleh kakek adalah sebuah surau yang
sangat teduh dan nyaman untuk bersembahyang. Keadaan begitu terbalik
saat kakek penjaga surau itu telah meninggal dunia. Surau tersebut
menjadi sebuah surau tua yang tidak lagi terawat dan sangat usang. Surau
itu berubah menjadi tempat bermain anak-anak, dan yang lebih parah,
bilik serta lantai kayu surau itu dijadikan sebagai persediaan kayu
bakar bagi penduduk sekitar. Hal tidak mengenakkan ini berawal dari
cerita Ajo Sidi tentang seorang yang di dunia taat beragama, yaitu Haji
Saleh.
Dalam cerita Ajo Sidi, Haji Saleh adalah seorang yang taat
menjalankan agama. Pada saat meninggal dunia, Haji Saleh serta
orang-orang lainnya sedang menunggu giliran di akhirat untuk menerima
penghakiman Tuhan untuk dimasukkan ke neraka atau ke surga. Saat
gilirannya tiba, Haji Saleh tanpa rasa takut menjawab pertanyaan Tuhan
tentang apa saja yang dilakukannya di dunia pada masa hidupnya. Haji
Saleh dengan percaya diri berkata bahwa pada saat ia hidup di dunia,
yang dilakukannya adalah memuji dan menyembah Tuhan, serta menjalankan
ajaran agama dengan taat. Namun, Tuhan tidak memasukkan Haji Saleh ke
surga, melainkan ke neraka. Di neraka, Haji Saleh bertemu juga dengan
teman-temannya di dunia yang ibadahnya juga tidak kurang dari dirinya,
bahkan ada juga orang yang sampai bergelar syekh. Akhirnya, karena tidak
terima dengan keputusan Tuhan, orang-orang di neraka yang menganggap
dirinya tidak pantas dimasukkan ke neraka itu melakukan aksi unjuk rasa
kepada Tuhan. Haji Saleh yang menjadi pemimpin dan pembicara bagi
mereka. Sekali lagi, Tuhan menanyakan kepada mereka apa yang telah
mereka lakukan di dunia. Mereka menjawab bahwa mereka semua adalah warga
negara Indonesia yang taat beragama dan negaranya sangat kaya akan
sumber daya alam, namun hasilnya sering di ambil oleh pihak asing. Lalu
Tuhan menjawab kepada mereka, bahwa mereka semua hanya mementingkan diri
mereka sendiri, karena selama hidup mereka hanya berdoa dan
menyembah-Nya, tetapi tidak mempedulikan keadaan sekitar, sehingga
banyak kekayaan negara mereka sendiri yang diambil oleh pihak asing,
sedangkan anak cucu mereka sendiri hidupnya kekurangan.
Dari cerita Ajo Sidi itu, mungkin kakek penjaga surau itu merasa
tersinggung dan terpukul. Karena selama hidupnya, kakek itu hanya
menyembah dan memuji Tuhan, sampai-sampai tidak memiliki istri serta
anak cucu. Kakek itu kemudian merasa marah dan tertekan lalu akhirnya
memutuskan untuk bunuh diri.
2. Kajian Unsur-Unsur Intrinsik
Sebenarnya dari sinopsis di atas kita telah dapat menangkap secara
jelas tema cerita dari “Robohnya Surau Kami” ini. Tema dari cerita ini
adalah hidup yang dikehendaki Tuhan. Hidup yang dikehendaki Tuhan bukan
saja hidup dengan menyembah dan memuji nama-Nya terus menerus dan
menjalankan perintah agama dengan baik, melainkan juga hidup yang peka
dengan keadaan sekitar. Karena beribadah saja tidaklah cukup. Beribadah
harus dibarengi dengan kerja keras dan peduli akan keadaan sekitar
khususnya anak cucu, keluarga, serta semua orang di sekitar kita.
Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa menyembah dan memuji Tuhan
serta nemnjalankan ajaran agama dengan taat bukanlah hal yang salah.
Namun, terkadang manusia menjalankan ibadah dengan baik hanya supaya
dirinya dapat masuk ke surga pada saat ia meninggal dunia. Hal tersebut
sebenarnya adalah pemikiran yang sangat egois, dan dalam cerita
“Robohnya Surau Kami” ini, Tuhan tidak suka akan manusia yang hidupnya
hanya mementingkan diri sendiri. “Imbangilah ibadahmu yang baik dengan
kerja keras untuk menyejahterakan hidupmu serta hidup keluarga, saudara,
dan semua orang disekitarmu”, mungkin itulah pesan yang ingin
disampaiakan oleh penulis melalui cerpen “Robohnya Surau Kami” ini.
Cerpen karya A.A. Navis ini bersetting tempat di sebuah desa kecil,
dimana dalam desa tersebut terdapat sebuah surau yang awalnya sangat
teduh dan nyaman untuk beribadah, namun kini menjadi sangat usang karena
telah ditinggalkan oleh sang penjaga surau. Keusangan surau itu
melambangkan kemasabodohan manusia yang tidak mau lagi memelihara apa
yang tidak dijaga lagi, seperti dalam kutipan cerpen berikut:
“Jika tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang
mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari
kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya,
secepat perempuan mencopoti pekayuannya. Dan yang terutama ialah sifat
masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak
dijaga lagi.”
Selain itu, cerpen ini juga bersetting tempat di akhirat dan neraka.
Akhirat adalah tempat dimana Haji Saleh menunggu gilirannya untuk
diadili Tuhan dalam cerita Ajo Sidi. Dan neraka adalah tempat bertemunya
Haji Saleh dengan orang-orang yang taat beribadah lainnya, sehingga
mereka melakukan unjuk rasa kepada Tuhan karena merasa tidak terima diri
mereka dimasukkan ke neraka.
Dari segi penokohan, cerpen ini memuat tokoh-tokoh yang cukup
sederhana namun dapat menunjukkan kekuatan dan ciri karakter tokohnya
masing-masing. Terdapat empat tokoh yang muncul dalam cerpen ini, yaitu
kakek, aku, Ajo Sidi, Haji Saleh, istri tokoh aku, dan istri Ajo Sidi.
Kakek adalah tokoh utama (protagonis) dalam cerpen ini. Tokoh kakek
digambarkan sebagai seorang tua penjaga surau yang sangat taat dalam
menjalankan ajaran agama. Ia memberikan seluruh hidupnya hanya untuk
beribadah dan menjaga surau tersebut. Kakek adalah orang yang sangat
sederhana dan tidak pernah hidup berlebihan. Kehidupannya hanya ditopang
dengan pemberian sukarela dari penduduk setempat ataupun yang
berkunjung ke surau yang dijaganya itu. Namun sayang, tokoh kakek
memiliki kondisi psikologis yang kurang kuat. Saat Ajo Sidi menceritakan
cerita tentang Haji Saleh, tokoh kakek langsung hancur keteguhan
hatinya. Kakek merasa bahwa semua yang dikorbankannya dalam hidupnya
hanya untuk beribadah, menurut cerita Ajo Sidi, semuanya tidaklah
benar-benar sesuai dengan kehendak Tuhan. Tokoh kakek yang merasa semua
pengorbanannya tidak berguna, merasa marah kepada Ajo Sidi, walaupun
kakek menyangkalnya saat ditanya oleh tokoh aku. Namun menurut saya
sendiri, tokoh kakek sebenarnya marah kepada dirinya sendiri, karena ia
ternyata telah salah. Kakek mengorbankan hidupnya untuk sesuatu yang
sebenarnya tidak terlalu dikehendaki oleh Tuhan. Sehingga akhirnya kakek
memutuskan untuk bunuh diri.
Selanjutnya, terdapat tokoh aku yang berkedudukan sebagai deutragonis
(tokoh yang berpihak pada protagonis). Tokoh aku ini memiliki
kepribadian yang menurut saya masih sangat kekanak-kanakan. Ia memiliki
rasa ingin tahu yang sangat besar dan masih cenderung mengikuti emosinya
saat bertindak dan berpikir, tanpa menimbang masak-masak mana yang
seharusnya dilakukan atau dan tidak dilakukan. Misalnya saat mendengar
berita bahwa kakek telah meninggal, tokoh aku secara emosional langsung
menganggap bahwa Ajo Sidi-lah yang bersalah, seperti terlihat dalam
kutipan dialog antara berikut:
“Ya. Tadi subuh kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang
sangat mengerikan sekali. Ia menggorok lehernya sendiri dengan pisau
cukur”
“Astaga! Ajo Sidi punya gara-gara,” kataku seraya cepat-cepat meninggalkan istriku yang tercengang-cengang.
Tokoh selanjutnya yang muncul dalam cerita ini adalah Ajo Sidi. Ajo
Sidi merupakan tokoh antagonis dalam cerita ini. Ia yang menceritakan
kisah tentang Haji Saleh yang membuat kakek sangat terpukul dan akhirnya
bunuh diri. Ajo Sidi sebenarnya memiliki watak yang baik, yakni sering
mengingatkan para tokoh masyarakat yang hidupnya dirasa kurang baik. Ajo
Sidi suka menyindir orang lain dengan menggunakan cerita-cerita
perumpamaan. Banyak pula masyarakat yang terpengaruh oleh ceritanya,
karena dianggap sangat “mengena”.
Haji Saleh merupakan tokoh rekaan dari Ajo Sidi. Ajo Sidi menggunakan
karakter Haji Saleh untuk menggambarkan orang-orang yang telah merasa
dirinya adalah orang yang sangat dikehendaki oleh Tuhan, banyak pahala,
dan telah melaksanakan semua ajaran agama dengan taat. Hal itu membuat
Haji Saleh bersikap sombong pada saat menunggu pengadilan Tuhan. Ia
mencibir kepada orang-orang yang dimasukkan ke neraka, dan melambai
senang kepada orang yang masuk ke surga. Padahal, dirinya sendiri
dimasukkan ke neraka oleh Tuhan karena hidupnya dianggap terlalu egois
dan tidak memedulikan kesejahteraan orang-orang disekelilingnya.
Tokoh selanjutnya yang terdapat dalam cerita ini adalah istri dari
tokoh aku serta istri dari Ajo Sidi. Namun, kehadiran dua tokoh itu
tidak terlalu penting dalam cerita ini, karena kehadirannya yang hanya
sebagai pelengkap dan hanya muncul sebentar di dalam cerita ini,
sehingga saya tidak akan membahasnya.
Selanjutnya cerita ini memiliki alur maju mundur. Hal ini terjadi
karena dipertengahan cerita, tokoh kakek menceritakan kembali tentang
kejadian Ajo Sidi yang bercerita tentang Haji Saleh.
3. Kesimpulan
Secara umum, cerpen “Robohnya Surau Kami” karya A.A. Navis ini
memiliki cerita yang sangat unik dan menarik. Cerita ini dikemas secara
sederhana, tetapi penuh makna dan kritik atas kehidupan manusia pada
jaman modern ini. Di mana manusia berlomba-lomba untuk memnuhi
kepentingannya sendiri, bahkan dalam masalah agama. Manusia menjalankan
agamanya dengan baik dan taat hanya agar dirinya dapat masuk surga.
Manusia memuji Tuhannya tidak lagi dengan hati yang tulus karena
mencintai-Nya, melainkan hanya agar memperoleh pahala dan semakin mudah
jalannya untuk masuk ke surga. Sangat mengenaskan dan memprihatinkan
memang, tapi itulah kenyataan pada masa kini yang berhasil ditangkap
oleh A.A. Navis dan dituangkankannya ke dalam cerita ini.
No comments:
Post a Comment